ASSALAMU'ALAIKUM WAROHMATULLAHI WABAROKATUH

Kamis, 30 Juni 2011

Aku tak lagi merindukan puisimu

jika semua berjajar didepanku
maka,kali ini tak kulihat engkau
seperti kemerin lusa
bertubi-tubi menyayat senyum

karena elang,kembali kubunuh
bukan dengan pisauku ,
melainkan dengan pisaumu sendiri

tak lagi musang kuhantam dengan sebutir peluru
yang ada disaat do'a-do'aku mengangkasa
menunjuki jalan yang semakin licin , dibenakku

biarkan merpati kembali kelahannya
usah kupikul senapan kecil yang beberapa kali mengeja langkahku
karena ,
kali ini tak lagi kuhafal , jalan menuju rumahmu..
jalan menuju hatimu

Senin, 27 Juni 2011

Jarak pantai dan rasa ini

malam itu,
ketika laut menyimpan bau tubuhmu
menduduki simpul tiap terjangan ombak
mendahului gerak jantungmu

ketika aku harus menghitung jarak yang disembunyikan pantai
lekas kuamati teriakan malam dalam taburan ombak dimatamu
aku lumpuh
tak bisa mendayu ,
hanya diam , menahan rasa sakit yang ditelantarkan gelombang

malam itu ,
wajahmu masih kulukis
pada tiap resapan air yang menyapu pantai , tiba- tiba
aku tiada
dalam jarak pantai dan rasa ini

Minggu, 26 Juni 2011

Biar ,Kusimpan saja wajahmu

biar kusimpan saja
semua tentangmu , meski kadang aku merasa dahaga
menelantarkan belasan rindu ,
ketika menusuk didada
sesak biar ,
namun,aku tak akan berlama-lama nengembara kelahanmu


kugambarkan lesung pipimu
ketika merah kudapati engkau
sedang menangis menahan jutaan rindu
yang mengapung , seperti tergambar dikepalamu

biar kusimpan saja
semua tentangmu , meski kadang aku merasa dahaga
menyimpan cerita dalam plot diotakku
sungguh
kini semua masih tentangmu

namun,
ketika tak ada lagi engkau ,
kutorehkan sedih ini pada tiap bab
yang menerangkan rasa sedihku

Senin, 20 Juni 2011

Jika masih ada , pulangkan kami pada satu rindu

Malam ,
Kurasa bisa menyimpulkan arti diamku sejenak
Sebelum rasa ini benar-benar mati

Jika masih ada ,
Tuangkan aku pada segelas kopi , untuk malam ini
Kurasa itu nikmat
Bahkan sangat nikmat , jika dirasa
Ketika hati ini berada dalam titik paling sakit

Gerimis sore tadi ,

Tentang arti rerintik yang kutinggalkan
Ialah wujud kepura-puraanku padamu
Ketika belasan kataku terikat
Dalam candu dan gelisah ini
Aku mati dalam rasa , ketika harus beradu ego denganmu

Jika masih ada , pulangkan kami pada satu rindu
Dan itu tetap engkau yang selalu menjadi titik akhirku

Minggu, 19 Juni 2011

Surat untuk kekasih

Kutulis sebuah rasa padamu , lewat pujian daun jeruk nipis ...
Sedangkan waktu kita masih terbatasi oleh bayang-bayang gelisah , dan candu pada malam . seakan menghimpun do’a semalaman pun tak cukup untuk menjadikan ilusiku ada

Kutulis rasaku pada ribuan kertas , lusuh ditanganmu
Sedangkan kita , mengadu koma dengan mereka..
Lihat saja pada rerintik sore itu , ia tersenyum lepas pada ancaman terik .


Satukan niat kita pada ribuan tanda yang mengapung dibenak mereka
Seakan tak ada jalan yang hendak kita tempuh , menapaki puluhan kilo jalan terjal penuh dengan kerikil ,dikota ini aku masih bertahan ..

Kutulis rasaku pada rintihan malam , agar agar aku bisa mengikhlaskan semuanya..
Tapi itu memang terkadang sulit ,dan bahkan sangat sulit
Mendengkur dari rasamu saja sulit apalagi harus membenci wujudmu..
Sungguh aku tak bisa

Jika benar , kita harus berjarak ... mungkin inilah pilhanmu
Namun ini bukanlah pilihanku,aku tak pernah menganggap pertengkaran kita kemarin adalah awal gelisah ini ada dan kini menjadi-jadi. Sebelum aku paham tentang arti gelisahku , aku tak pernah yakin bisa melepas semua tentangmu , semua tentang benci untukmu karena bagiku , tak akan ada angka yang dilebihkan dari angka sembilan . seperti ceritamu waktu itu ...

Kamis, 16 Juni 2011

Kepada sang embun

Ingin kulepas , namun kurasa embun itu lebih berarti dari setitik air yang menghilangkan dahagaku siang itu , saat musim kemarau menjadi-jadi

Ingin kutahan semua kebimbangan ini dalam riuhnya hatiku , dari galau dan risaunya hati yang seakan melabilkan niatku . namun kadang semua yang ada ingin berontak dan beranjak

Kemudian mereka yang paling kuanggap dekat berbicara pada labilku, “hai hati yang gelisah usah kau tangisi semua yang terjadi , kembalikanlah masalahmu pada-Nya mintalah pertolongan dari sang maha adil , jika kamu merasa sendiri atau berkawanlah dengan hatimu sendiri , bujuklah ia ... agar senantiasa bersujud pada yang kekal “.

“usah kau tangisi semua yang terjadi , bimbinglah hatimu , sabar dan tabahkan . jika rela tak menyertaimu , pulangkan saja rasa itu pada yang berhak “


Kuhitung langkah yang kujejakkan untuk sebuah kemantapan hati , untuk tetap teguh dan menyatu dengan inginku. Tak ingin kusudahi semua yang pernah kubentuk menjadi satu. Aku yakin akan semua ini , dan aku akan tetap berdiri diteras rumahmu , ketika datang ombak , akan kuhitung tiap hempasan yang mendahului pandanganku

Anggap saja aku tak pernah patuh pada semua isyarat alam , apalagi kepadamu ..
Ujarku pada angin yang berbelit didepanku, seraya ia membalikkan arah menuju muaranya.
Kurasa dingin ini hanya sesaat , atau memang selamanya tak pernah kuyakini kehadirannya karena bagiku “kisah ini terlalu singkat” .

Tak pernah menjadi akhir bagiku

hanya cerita yang tertuang dalam angan , kosong ketika kutinggalkan dalam lamunan . dan penuh ketika ada semua yang menyusup dalam imajiku , seperti ia .. ketika bersemayam dalam hatiku.
Kadang aku lebih memilih diam untuk menjelaskan kegalauan ini,dan kadang akupun memilih mati dalam rasa ketika harus dibenci seseorang yang membuatku berarti selama ini ,atau mungkin aku harus kehilangan sebuah fungsi otakku untuk melupakan semua,biar terasa adil untuk semua ..


Sore itu , suara angin yang berdesis berandai-andai tentang sosok wanita ,yang kini jauh dari pandangan kami.ketika pesan itu sampai pada kami .. anganku berjalan mengikuti laju gelombang diperairanmu,ada samudra terbentang didepan kita.memandang lepas dan tak kutemukan siapa-siapa disana.namun hati kami masih terpaut pada keindahan karang yang pernah menghentikan terjangan ombak sore itu, mereka berharap air itu tak terhenti diperairan itu , terduduk menunggu panasnya terik ketika harus memanggang hati yang waktu itu sedang beradu dengan ego

“ Maaf , kita pernah sepaham “ sapaku lirih kepada pembawa pesan yang melintas didepanku
Mengapa kini harus berjarak ?
Dan mengapa kita harus saling bersembunyi dari rasa dihati kami ,

Salahkah jika harus ada jarak ?
“ Mungkin tidak “ , jawabnya pelan
hanya saja peran kita yang masih mengambang ,antara engakau dan aku .

Dik,jika aku boleh mengingatkan…
Ingatkah engkau tentang pertemuan kita waktu itu , dalam kotak kecil ketika kita berpapasan dengan angin malam , saat itu engkau dan aku bercanda dibawah pohon beringin . bercerita tentang keajaiban yang baru saja kita alami… “red.dalam mimpi”

Memang waktu itu , kita selalu berandai jikalau kelak kisah kita bermuara pada sebuah keluarga
Ketika kita berada dalam degup , terperangkap dalam rimbunnya ribuan arteri . aku tak bisa lagi mengucap . aku tak bisa lagi mendengar sesuatu yang dibawa angin malam ini , aku hanya bisa merasakan rindu ini benar-benar menyesakkan dadaku.selebihnya aku merasakan galau yang sangat ketika harus kehilangan rasa darimu, bertahan saja “ucapmu lirih “
Pernah juga kubayangkan tentang sosok darimu , menyapa didepan teras rumahku sedangkan aku masih bisu dalam lamunan , dengan menatap secangkir teh darimu, malam itu . ada juga engkau , menata senyum ketika aku hendak pergi . sedangkan waktu kita memang terbatasi
Dalam hati tak lega , akupun mengiyakan wajahmu pudar dari pandanganku.sedang , ketika aku terbangun , secangkir teh semalam memang tak ada . dan kini aku baru sadar bahwa mimpiku semalam itu hanya membuatku semakin resah , resah karena memang tak lagi ada engkau disini
Kemudian aku menunjuki satu catatan tentang pertemuan kita “ pagi yang indah “ hanya itu saja yang masih terangkum dalam benak . selebihnya aku benar-benar lansia untuk memikirkan semua,apalagi itu tentang rasa
kini senja mulai bergaris ditanganku , sedangkan aku tak lagi bisa berbuat lebih ,... hanya bisa meyakini dan menjaga semua ini sampai ia benar-benar ada