Tatapanku ingin segera meminang laut dan beradu dengan bisingnya malam,ketika kau dapati aku dengan sehelai kain tipis diwajahku ,saat itu sipemilik hati pucat dan tak berharap akan sisa udara yang masih terkantongi oleh sebagian cemasku.
Tak lagi berhilir batu-batu didadaku,sesak dalam daya tak terfikirkan dan hilang dalam rerintik tak menentu… tercecar bagai daun-daun yang Kau hadiahkan lewat tiupan anginMu.muram ini ingin kubagi kepada mereka agar ada peduli yang tumbuh setelah ini, tak ada peminta yang terusir dan tak ada pencuri yang meresahkan tiap-tiap hati.aku bersanding atas beban ini.
Tiap sudut kota ini meminta gelap segera beranjak , dan berharap mulai ada cahaya yang menembus kekejaman tadi malam.ketika sepasang mataku tak beradu , menjadi saksi bisu diantara mereka yang terhanyut dalam sedikit mimpi yang kau sisakan untukku
Masih ada cemas disini , sebelum hidup ini berakhir dan sebelum langit menjadi murka kepada awan yang mengantongi air mata mereka .dan anggaplah aku tak pernah menelurkannya untuk enam bulan ini . sedangkan yang aku tahu Cuma tanah disekitarku yang masih pucat dan kelihatan cemas karena merasa terabaikan .dan kini do’anya terbalas oleh musim yang melegakan hatinya.
maka kupinang tanah puisimu
BalasHapusKerika terik dan hujan tak beradu, maka menepilah sejenak. Cari tempat sejukkan jiwa, sekedar berjeda sobat. Nice poem.
BalasHapus@ivan kavalera : monggo mas,...
BalasHapus@Newsoul :mksih bunda,... seperti biasa bunda tak pernah absen disini.q jadi malu gak pernah/jarang ngeblog.
salam